Kamis, 20 Desember 2012

" Cinta yang Menuntut "


Bicara soal emosi cinta rasanya jauh lebih mudah mencintai orang saat orang tersebut kaya, termashyur, terkenal, pintar, menyenangkan, cantik / tampan, atau menguntungkan kita. Tatkala orang yang harus kita cintai tidak mungkin  memenuhi harapan ideal kita, dibutuhkan suatu  “cinta kasih dan hati yang besar” untuk menerima orang tersebut apa adanya. Tapi, inilah sesungguhnya dari cinta tak bersyarat.

Berikut ini adalah sebuah kisah tragis mengenai betapa sulitnya mencintai tanpa syarat. Ceritanya mengenai seorang serdadu Amerika yang baru saja tiba dari Perang Vietnam. Hari itu juga, tentara itu menelepon orangtuanya yang tinggal di San Francisco. Kebetulan yang mengangkat telpon adalah ibunya yang begitu gembira mendengar anaknya.

Tentara itu berkata kepada ibunya, “Bu, sebentar lagi saya akan pulang. Tapi, saya mempunyai satu permintaan. Saya punya seorang teman yang akan saya bawa turut bersama dengan saya.”
Si ibu dengan senangnya berkata, ”Boleh saja. Kami akan senang sekali bertemu dengannya”.
“Tapi, Bu, ada hal penting  yang ingin saya ceritakan tentangnya. Dia mengalami luka parah saat perang. Tanpa sengaja ia telah menginjak ranjau yang menyebabkan satu tangan serta kakinya hilang. Sekarang dia tak tau harus pergi kmana. Saya ingin dia bersama kita”, demikian kata anaknya.
Setelah terdiam sejenak, ibunya membalas, ” kami turut menyesal tentang temanmu itu. Tapi, mungkin kita tidak bisa carikan tempat lain dimana dia bisa tinggal”.

Dengan nada sedikit ngotot sianak mulai berkata, ”tidak, ibu, saya ingin dia tinggal bersama dengan kita”.
Si ibu mulai membalas dengan sedikit keras, ” Nak, kamu tidak tahu apa yang kamu minta. Orang dengan kondisi cacat seperti itu akan menjadi beban berat untuk kita.  Kita sendiri punya kehidupan yang harus kita jalani. Dan kita tidak mungkin membiarkan orang seperti ini mengganggu kehidupan kita. Ayah dan ibu pikir, lebih baik kamu pulang dan lupakanlah temanmu itu. Dia pasti akan menemukan jalan hidupnya sendiri”.
Setelah mendengar jawaban ini, telepon ditutup oleh anaknya. Hingga beberapa hari lamanya, kedua orang tua ini tidak mendapatkan kabar apapun soal anaknya. Suatu hari, mereka justru menerima telepon dari kepolisian di san Francisco. Anak mereka ditemukan meninggal setelah jatuh dari gedung. Diperkirakan anaknya telah bunuh diri.

Dengan sepenuh perasaan sedih, mereka bergegas menuju kerumah sakit yang ditunjukkan oleh polisi, dimana mayat anaknya diletakkan. Dengan berhati-hati mereka diminta  untuk mengidentifikasi apakah dia benar-benar anaknya. Mereka memang mampu mengenali raut wajah anaknya yang telah meninggal. Mereka amat terpukul, tetapi yang lebih membuat mereka sedih lagi, ternyata anaknya hanya mempunyai satu kaki dan satu tangan!

Betapa sikap dan prilaku orang tua ini mencerminkan sikap dan prilaku kebanyakan dari kita. Tanpa sadar, kita lebih mencintai dan lebih mau menerima orang lain yang Sesuai harapan kita dan keinginan kita. Celakanya, kainginan ini tidak sekadar harapan, tetapi juga merupakan sebuah tuntutan. Inilah yang oleh Ken Keyes, dalam bukunya The Power of Unconditional Love dikatakan sebagai sumber ketidakbahagiaan emosional manusia.

Ken Keyes menelaskan sumber perasaan yang tidak menyenangkan (Unpleasant emotion) seperti rasa jengkel, marah , benci sebagai akibat pemograman didalam otak kita yang berisi tuntutan-tuntutan dari orang-orang disekeliling kita. Karena program diotak kita lebih bersifat tuntutan (demand) daripada pilihan (preference), kita terus- menerus mengalami perasaan tidak puas dalam hubungan kita dengan orang lain. Kita menuntut agar orang lain berfikir, bertindak, serta berprilaku seperti tuntutan kita.

Untuk mengatasi hal itu, ada sebuah tips sederhana bagi Anda. Daripada menuntut, mulailah menggunakan bahasa-bahasa pilihan yang ternyata lebih baik. Misalnya dari pada memaksa orang dengan berkata “kamu harus rapi. Kamu mesti datang lebih pagi”. Katakanlah begini :” Saya lebih suka kalau kamu rapih, saya lebih senang kalau kamu datang lebih pagi’ . Kalimat-kalimat itu tidak memaksa(demanding), tapi lebih menunjukkan pilihan kita (preference). Dengan pola kalimat seperti itu , orang tidak merasa dipaksa, tapi diminta secara baik-baik untuk melakukan apa yang kita inginkan.

Belajar dari kisah serdadu yang bunuh diri itu, ingatlah bahwa rasa kasih sayang yang diberikan dengan syarat-syarat pada dasarnya bukanlah kasih sayang. Tapi bisnis.

“ be emotionally intelligent”. Copy right Anthony Dio Martin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar